Senin, 11 Juni 2012

"HUBUNGAN KELUARGA QUR'ANI DENGAN AL QUR'AN"

Keluarga Qur’ani akrab dengan Al Qur’an karena untuk meneladani Nabi Ibrahim AS perlu memiliki visi dan misi selama hidup di dunia ini. Bagaimanakah caranya? Caranya dengan mengakrabi Al Qur’an menggali visi dan misi melalui pesan-pesan yang terdapat di dalam Al Qur’an. Keluarga Qur’ani adalah keluarga yang mengakrabi Al Qur’an berarti kita suka membacanya, baik dalam bahasa Arab (tilawah) maupun membaca terjemahnya (tadarrus). Semakin kita intens dalam melakukan aktivitas tersebut maka semakin mudah kita mendapat inspirasi untuk kita jadikan sebagai visi dan misi kita. Untuk mempermudahnya, saya ungkapkan kepada Anda bacaan saya mengenai visi hidup seorang muslim berdasarkan pesan-pesan Al Qur’an yang saya tangkap. Tentu Anda dapat mengeksplorasi sendiri berdasarkan bacaan Anda terhadap Al Qur’an. Visi Keluarga Islami Keluarga Qur’ani harus mempunyai visi hidup seorang muslim yang hidup di dunia untuk menjalani ujian dan untuk membangun negeri akhirat. Demikian bacaan saya terhadap Al Qur’an memberikan gagasan mengenai visi hidup seorang muslim. Bagaimana logika yang terbangun di dalamnya? Paragraf berikut ini akan menjelaskannya. Ujian adalah kepastian. Meskipun manusia mengira bahwa mereka dibiarkan saja, namun Allah SWT menegaskan bahwa manusia tidak akan dibiarkan mengatakan mereka telah beriman. Allah SWT akan menguji perkataan tersebut, sebagaimana Allah SWT firmankan di dalam Al Qur’an. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? ( QS Al Ankabuut ayat 2 ) Penegasan Allah SWT ini bukan hanya gertak sambal, tetapi telah terekam dalam sejarah manusia. Buat apa gerangan? Bukankah Allah SWT mengetahui orang-orang yang benar dan juga orang-orang yang dusta? Tentu, benar demikian. Di dalam Al Qur’an surah Al Ankabuut ayat 3, Allah SWT juga menegaskan hal tersebut. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. ( QS Al Ankabuut ayat 3 )

Minggu, 10 Juni 2012

" Tak layak mencari hakim selain ALLAH "

Maka patutkah aku mencari hakim selain
Allah, padahal Dialah yang
telah menurunkan kitab
(Alquran) kepadamu dengan
terperinci? Orang-orang yang
telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka
mengetahui bahwa Alquran
itu diturunkan dari Tuhanmu
dengan sebenarnya. Maka
janganlah kamu sekali-kali
termasuk orang yang ragu- ragu [TQS al-An’am [6]: 114). Banyak fakta yang
menunjukkan betapa rusaknya
ketika manusia, masyarakat,
dan negara yang ditata dengan
hukum produk hawa nafsu
manusia. Meskipun fakta tersebut dapat diindera dengan
kasat mata, namun seruan
untuk segera mencampakkan
hukum jahiliyyah itu seraya
segera menerapkan syariah,
masih banyak mendapat penolakan. Padahal, tidak ada
satu pun argumentasi yang
dapat diterima untuk
mendukung dan
membenarkan penolakan
tersebut. Manusia tidak layak
mengambil dan menerapkan
hukum buatan manusia, amat
banyak dijelaskan dalam ayat
maupun hadits Nabi SAW. Ayat
ini adalah di antaranya. Hanya kepada Allah Allah SWT berfirman: Afaghayrul-Lâh abghîhakam
[an] (maka patutkah aku mencari hakim selain
Allah).Dijelaskan al-Baghawi
bahwa sesungguhnya dalam
ayat ini terdapat kata yang
disembunyikan, yakni:
Katakan kepada mereka, wahai Muhammad, apakah
kepada selain Allah saya
mencari hakim antara aku dan
kalian? Menurut Abu Hayyan,
kaum Musyrikin Arab berkata
kepada Nabi SAW, “Jadikanlah antara kami dengan engkau
hakim dari pendeta Yahudi
atau pendeta Nasrani untuk
mengabarkan kepada kami
tentang engkau berdasarkan
kitab mereka.” Lalu, turunlah ayat ini. Ayat ini diawali dengan
hamzah al-istifhâm, huruf
yang berguna sebagai kata
tanya. Dalam konteks ayat ini,
sebagaimana dijelaskan al-
Syaukani, al-Alusi, dan al- Biqa’i, kata tersebut
memberikan makna al-inkârî.
Yakni kalimat tanya yang
bertujuan mengingkari
perkara yang disebutkan. Bisa
juga bermakna al-nafiyy (menegasikan) sebagaimana
diterangkan Abu Hayyan al-
Andalusi. Dalam Alquran,
cukup banyak uslub seperti ini,
seperti firman Allah SWT: Maka
apakah mereka mencari agama yang lain dari agama
Allah, padahal kepada-Nya-lah
berserah diri segala apa yang
di langit dan di bumi, baik
dengan suka maupun terpaksa
dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan (TQS Ali
Imran [3]: 83). Perkara yang diingkari dan
dinafikan dalam ayat ini adalah
tindakan mencari hakamselain
Allah SWT. Menurutahli bahasa,
kata al-hakam semakna
dengan kata al-hâkim.Artinya, man yatahâkamu ilayh al-nâs (orang atau pihak yang
menjadi rujukan bagi manusia
dalam memutuskan perkara).
Demikian al-Jazairi dalam
tafsirnya, Aysar al-tafâsâr.
Hanya saja, menurut sebagian ahli takwil, kata al-hakam lebih
sempurna daripada kata al-
hâkim. Sebab, al-hâkim
mencakup semua orang yang
menghukumi, sedangkan al-
hakam tidak menghukumi kecuali dengan benar.
Demikian Fakhruddin al-Razi
dalam tafsirnya, Mafâtîh al-
Ghayb. Dengan demikian, ayat ini
memberikan pengingkaran
terhadap tindakan orang yang
mencari pemutus perkara
dengan keputusan yang benar
kepada selain Allah SWT. Selain ayat ini, amat banyak dalil
yang memberikan celaan dan
larangan terhadap orang yang
tidak mau berhukum kepada-
Nya atau hukum yang
diturunkan-Nya, seperti QS al- Nisa [4]: 60, al-Maidah [5]: 45,
46, dan 47, dan lain-lain. Kitab-Nya Sudah Terperinci Bahwa tindakan mencari
hakam selain Allah
SWTmerupakan tindakan yang
tidak layak, ditegaskan dalam
frasa selanjutnya: Wahuwa al- ladzî anzala ilaykum al-Kitâb
mufashshal[an] (padahal Dialah yang telah menurunkan kitab
[Alquran] kepadamu dengan
terperinci?).Menurut al-Alusi,
kalimat ini berkedudukan
sebagai hâl yang berfungsi
muakkidah li al-inkâr (menegaskan makna
pengingkaran). Maksud dari kata al-Kitâb
dalam kalimat ini adalah
Alquran.Sebagaimana
dijelaskan para mufassir,
seperti al-Syaukani, Ibnu
Athiyah, al-Wahidi al-Naisaburi, al-Biqa’i, dan lain-lain.
Sedangkan mufashshal[an],
menurut al-Syaukani, berarti
mubayyan[an]wâdhih[an]
mustawfiyan li kulli
qadhiyyah’alâ al-tafshîl (terang, jelas, dan mencukupi
untuk semua masalah secara
terperinci). Tak jauh berbeda, al-Alusi juga
memaknainya sebagai
mubayyan (terang). Di
dalamnya terdapat penjelasan
tentang yang haq dan batil,
halal dan haram, dan berbagai hukum lainnya sehingga tidak
ada satu pun perkara agama
yang rancu dan samar. Maka
semua kebutuhan sesudah itu,
dapat merujuk kepada hukum
tersebut. Bahwa Alquran telah
memberikan penjelasan
tentang hukum secara
menyeluruh juga diberitakan
dalam firman-Nya: Dan Kami
turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan
segala sesuatu(TQS al-Nahl [16]:
89). Juga dalam QS Hud [11]: 10.
Oleh karena Alquran
memberikan penjelasan secara
menyeluruh dan terperinci, maka manusia tidak
memerlukan lagi hukum-
hukum lainnya dalam perkara
al-dîn. Mengapa masih mencari
yang lain sementara semua
jawaban atas pertanyaan hukum sudah tersedia dalam
Alquran? Realitas Ahli Kitab Setelah dijelaskan tentang
keharusan berhukum kepada-
Nya, kemudian diberitakan
mengenai realitas
sesungguhnya Ahli Kitab
terhadap Alquran. Allah SWT berfirman: Wal-ladzîna âtaynâhum al-Kitâb ya’lamûna
annahu munazzal min Rabbika
bi al-haqq(orang-orang yang telah Kami datangkan kitab
kepada mereka, mereka
mengetahui bahwa Alquran
itu diturunkan dari Tuhanmu
dengan
sebenarnya).Penunjukan kata al-Kitâbdalam frasa ini berbeda
dengan frasa sebelumnya.
Sebagaimana diterangkan al-
Biqa’i, kata al-Kitâb dalamfrasa
ini menunjuk kepada Taurat,
Zabur, dan Injil. Sehingga, maksud dari orang-orang
yang telah diberikan al-Kitabini
adalah Yahudi dan Nasrani.
Merekalah kaum yang telah
diberikan kitab-kitab tersebut.
Menurut Abu Hayyan, al- Jazairi, dan al-Shabuni, dalam
konteks ayat ini, mereka
adalah para pendeta Yahudi
dan Nasrani. Sedangkan
dhamîr al-ghâib pada kata
annahu menunjuk kepada Alquran. Diberitakan dalam ayat ini,
sesungguhnya mereka telah
mengetahui kebenaran
Alquran. Mereka juga
mengetahui bahwa Alquran
benar-benar merupakan kitab yang diturunkan Allah SWT,
yang di dalamnya tidak ada
perkara yang batil dan
meragukan. Imam al-Qurthubi
menafsirkan frasa munazzal min Rabbika bi al-haqq dengan ungkapan: Semua yang ada di
dalamnya, baik janji maupun
ancaman, merupakan
kebenaran. Menurut sebagian mufassir,
seperti al-Nasafi, maksud dari
al-ladzîna âtaynâ al-Kitâb
adalah orang-orang Mukmin
yang sebelumnya berasal dari
Ahli Kitab, seperti Abdullah bin Salam dan teman-temannya.
Mereka adalah orang-orang
yang mengetahui kebenaran
Alquran. Akan tetapi tampaknya
penafsiran ini tidak tepat.
Sebab ada beberapa nash yang
menunjukkan bahwa selain
mereka (Ahli Kitab) yang
masuk Islam, sesungguhnya juga mengetahui kebenaran
Alquran dan kenabian
Rasulullah SAW (lihat QS al-
Baqarah [2]: 146, al-An’am [6]:
20). Akan tetapi, pengetahuan
mereka terhadap kebenaran Alquran tidak lantas membuat
mereka menjadi beriman.
Sebagian besar mereka tetap
bersikap ingkar karena
kesombongan dan kedengkian
mereka. Allah SWT berfirman: Sebahagian besar Ahli Kitab
menginginkan agar mereka
dapat mengembalikan kamu
kepada kekafiran setelah kamu
beriman, karena dengki yang
(timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi
mereka kebenaran (TQS al-
Baqarah [2]: 109). Bahkan bukan hanya Ahli
Kitab, semua orang yang mau
menelaah Alquran niscaya
akan berkesimpulan sama.
Sebab, sebagai Kitab yang
ditujukan untuk seluruh manusia, kemukjizatan
Alquran dapat dijangkau oleh
semua manusia. Oleh karena
itu, tatkala manusia
menggunakan akalnya dengan
benar pastilah dapat menangkap kebenaran
Alquran. Kemudian ayatini ditutup
dengan firman-Nya: Falâ takûnanna min al-mumtarîn (maka janganlah kamu sekali-
kali termasuk orang yang
ragu-ragu).Menurut al-Alusi,
pengertian al-mumtarîn adalah
al-mutaraddidîn (orang-orang
yang ragu). Tak jauh berbeda, al-Qurthubi juga
menafsirkannya sebagai al-
syâkkîn (orang-orang yang
ragu). Yakni, orang-orang
yang ragu bahwa Alquran itu
diturunkan Allah. Khithâb (seruan) ayatini secara
zhahir ditujukan kepada Nabi
SAW. Seruan tersebut bisa
bermakna sebagai al-tahyîj wa
al-ilhâb (membangkitkan dan
mengobarkan semangat). Ini sebagaimana firman Allah
SWT: Dan jangan sekali-kali
kamu masuk golongan orang-
orang musyrik(TQS al-An’am
[6]: 14). Bisa juga dipahami,
bahwa eruan tersebut pada hakikatnya ditujukan kepada
umatnya. Demikianlah. Tidak ada alasan
yang dapat membenarkan
sikap yang menolak hukum
yang diturunkan Allah SWT.
Selain hukum tersebut dijamin
kebenarannya, juga telah memberikan solusi
permasalahan hidup manusia
secara menyeluruh. Termasuk
dalam aspek politik, ekonomi,
pendidikan, pergaulan pria-
wanita, pidana, dan lain-lain. Inilah satu-satunya hukum
yang akan mengantarkan
mansuia meraih kebahagian di
dunia dan akhirat.
“Tidurlah Sesuai Dengan Tuntunan Nabimu !!!” Penulis: Abu Sa’id Satria Buana Sumber: Buletin AtTauhid Sesungguhnya seorang muslim memandang tidur sebagai nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Allah berfirman yang artinya, “Dan karena rahmatNya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepadaNya”. (QS. Al-Qashshash:73).
Dan Firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat” (QS. anNaba:9). Adab-adab Tidur Tidur seorang hamba pada waktu malam setelah segala aktivitas yang dilakukannya pada siang hari, akan membantu tubuhnya menjadi segar untuk bisa melakukan aktivitas pada esok hari, juga akan membantu tubuhnya lebih bersemangat untuk melakukan ketaatan kepada Allah ta’ala. Maka dengan nikmat yang besar ini hendaknya seorang muslim bersemangat untuk menjaga tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam dalam masalah adab- adab yang berkaitan dengan tidur. Di antara adab-adab tersebut adalah : 1. Tidak mengakhirkan tidur setelah melakukan shalat Isya kecuali karena perkara yang penting untuk dilakukan seperti mempelajari ilmu atau menjamu tamu atau untuk melayani keluarga. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Barzah,
bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukai tidur sebelum shalat isya dan berbincang-bincang setelahnya. 2. Tidur dengan berwudhu terlebih dahulu. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam, “Apabila kamu hendak tidur maka berwudhulah sebagaimana wudhu untuk shalat, kemudian berbaringlah di atas sisi kananmu.” (HR Bukhari dan Muslim). 3. Memulai tidur dengan membaringkan tubuh ke sisi sebelah kanan sebagaimana dalam hadits di atas. 4. Tidak tidur dengan tengkurap, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya itu adalah cara tidur yang dimurkai Allah ‘azza wa jalla”. (HR. Abu Daud dengan sanad yang shahih) 5. Mengumpulkan kedua telapak tangannya. Kemudian ditiup dan dibacakan : surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Naas. Kemudian dengan kedua telapak tangan tadi mengusap tubuh yang dapat dijangkau dimulai dari kepala, wajah dan tubuh bagian depan. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali (HR. Bukhari dan Muslim) 6. Mengibaskan tempat tidur dengan ujung sarung atau dengan pakaiannya sebanyak tiga kali. (HR. Bukhari). 7. Membaca doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah, seperti membaca do’a, “Bismika Allahumma amuutu wa ahyaa (dengan menyebut nama-Mu ya Allah aku mati dan hidup)” (HR. Bukhari dan Muslim). 8. Dianjurkan membaca tasbih 33 kali, tahmid 33 kali, takbir 33 kali atau 34 kali ketika hendak tidur, sebagaimana sabda beliau kepada Ali bin Abi Thalib dan istrinya ketika mereka hendak tidur, “Maka bacalah tasbih tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga kali, dan takbir tiga puluh tiga kali” dan dalam riwayat lain, “takbirlah tiga puluh empat kali” (HR Bukhari). 9. Dianjurkan juga membaca ayat kursi, membaca dua ayat terakhir surat Al Baqarah atau membaca surat Ali ‘Imran ayat 190-200 (HR. Bukhari). 10. Apabila tiba-tiba terbangun di tengah malam, maka dianjurkan meminta kepada Allah ta’ala karena saat itu adalah saat yang mustajab, sebagaimana sabda Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam, “Tidaklah seorang muslim yang tidur dalam keadaan suci dan berdzikir lalu
tiba-tiba terbangun di malam hari kemudian mohon kepada Allah kebaikan dunia dan akhirat kecuali Allah akan mengabulkannya” (HR. Abu Dawud). 11. Ketika bermimpi buruk hendaknya berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk dan dari kejelekan yang dilihat dalam mimpi. (HR. Muslim). 12. Ketika bangun tidur hendaknya membaca doa, “Alhamdulillahil ladzi ahyaana ba’da maa amaatanaa wa ilaihin nusyuur (Segala puji bagi Allah yang telah membangkitkan kami dari mati (tidur) dan hanya kepada- Nya semuanya kembali)” (HR. Bukhari). Demikianlah beberapa adab- adab tidur yang dituntunkan oleh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah memberi taufik kepada kita untuk senantiasa mengamalkannya, mengikuti sunnah Nabi-Nya, sehingga tidur kita tidak sekedar rutinitas untuk pemenuhan kebutuhan jasmani, namun juga merupakan kenikmatan yang bernilai ibadah dan membuahkan pahala di sisi Allah.
Wallahu a’lam.

Selasa, 05 Juni 2012

Apakah selama ini SHOLAT kita SALAH!!!????

Bukan salah seluruhnya... Tapi Kurang benar ... lagian bukan smw orang... tapi kebanyakan seperti itu... lha Buktinya Apa Kalo sholat kita Kurang Benar?????? nih buktinya... “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain).” (QS. Al-Ankabuut:45). Nyatanya kok banyak muslim yang masih berbuat keji dan mungkar??? sholat iya, Bohong Iya sholat iya, Ngejek2 iya sholat iya, korupsi Iya istilahnya STMJ (Sholat Terus Maksiat Jalan) apakah Allah Berdusta????.... tidak...... Ternyata sholat Kita Selama inilah yang kurang benar sehingga maksiat terus dilakukan setiap hari Lha? Salahnya dimana....? Perasaan sholatnya dah bener deh?? salahnya di mana? Oke kita langsung Lihat jawabnnya... cekidot 1. Dari Cara Berpikir kita Kenapa?? ternyata Masih Banyak Sekali Orang Islam Yang Tujuan Sholat kita salah... Karena Paradigma kita selama ini, Sholat tujuannya Untuk... SEKADAR MENGGUGURKAN KEWAJIBAN Lha? Apa Yang salah dari Paradigma tesebut ??? Bukan Salah Gan... Tapi Kurang benar.... Makanya Kenapa Orang Banyak yang sholatnya Pengen Cepat-cepat??? "yang penting sholatnya selesai!!" kata orang secara umum "Lebih Cepat Lebih Baik" slogan JK Nah, ini yang membuat sholat kita Kurang bener.... karena target "mengugurkan kewajibannya" sudah selesai dan habis sholat ga ada pengaruh apa2 bwt kita.. maksiat tetep jalan... jadi lebih menikmati "Selesai Sholatnya" dibandingkan "Pas Sholatnya" Jadi Bagaimana Paradigma kita yang Benar???? Paradigma yang seharusnya di pikiran kita yaitu Tujuan Sholat Adalah: BERSYUKUR KEPADA ALLAH, DAN BUTUH KEPADA ALLAH Ketika kita hendak sholat, jangan niat "Cepet selsai nih sholatnya.." tapi ketika mw sholat, niatkanlah dalam hati dengan tulus... "Ya Allah... Saya Ingin Bersyukur Kepadamu ya Allah karena diberi nikmat sebanyak ini... Dan saya Butuh KepadaMu ya Allah agar saya dijadikan Ahli Surga" lalu bertakbirlah... dan lihat Apa Yang Terjadi.... 2. Dari Pelaksanaan Sholat Kita Ternyata selama ini Yang Kita Lakukan Kurang benar dalam Melaksanakan Sholat.... Dan Yang Menyebabkan Sholat kita kurang benar adalah ... Spoiler for adalah apa?: SEKADAR MEMBACA DAN BERGERAK Lha?? ini lagi??? Apa salahnya Coba??? Inget Gan, Kita Sholat sedang bertemu Siapa dan meminta kepada Siapa?? Kepada ALLAH... coba kalo kita minta duit 500 ribu ke Orang Tua lalu berkata dengan nada datar dan cepat.. "buMintaDuitLimaRatusRibuBuBuatSppBulanIniBolehGaB u???" Ibu kalian pasti Ngomong "Ngomong apasih ga jelas? " atau walau Ibu kalian mengerti pasti ngomong "Kamu Minta apa baca Mantra?????" Begitu juga dengan sholat, jika kita baca Alfatihah "Bismillhrmnrrhimalhmdulillahirbbilalminarhmnnrrhim m....Assalamu'alaikumwrwb!!" tiba-tiba udah salam aja... Apakah Diterima Sholatnya Ama Allah??? Wallahua'lam Nah, sekarang ubah cara kita bukan membaca dan bergerak tapi: BERBICARA DENGAN HATI DAN BERGERAK.... Bukan Membaca kepada Allah, tapi berbicara Kepada Allah beda membaca "Allhkbar" dengan berbicara sambil menghayati "Alllaaaahu Akbar..." dan di dalam hati kau Berbicara "Ya Allah... Hanya Engkaulah Yang Maha Besar" Sehingga kita memang Berbicara Kepada Allah... Bukan Membaca seperti kalo kita ngmong ke kekasih kita "SyangKmuCntikDehMwGaKitajlnJln!!" pasti kekasih kita ngomong "Ichh Apppan sihh???" coba kalo kita berbicara dengan hati.. "Sayang.... Kamu Cantik Bangeeeeett...... kita jalan-jalan mw nggak Yaang....? " Beuhh!!! Deg2an langsung tuh Kekasih Agan dibilang kayak gitu Begitu juga dengan Sholat.... Jika kita selama ini berbicara kepada kekasih dengan hati tapi sholat hanya membaca di mulut saja... itu membuktikan Bahwa Agan lebih mencintai Kekasih Agan dibandingkan Allah SWT... Nah Makanya Agan2 sekalian Bacaan Sholatnya harus tahu artinya dan dipahami biar pas sholat agan lebih bisa menghayati.... Coba Lakukanlah Sholat dengan cara Berbicara dalam hati.... dan lihat apa yang terjadi... jangan sekadar mulut... tapi mulailah dengan hati ketika sholat

Rabu, 23 Mei 2012

Hargailah Diri Sendiri

Jangan pernah meremehkan dirimu. Tuhan memberikanmu hidup bukan krn kamu membutuhkannya, tapi krn orang-orang membutuhkanmu. Jangan hiraukan mereka yang menjelekkan dirimu. Siapa dirimu hanya kamu yang tau, hanya kamu yang menentukan, bukan mereka! Menjadi yang “TERBAIK” lebih penting drpd menjadi yang “PERTAMA”. Jangan terlalu tergantung pada org lain, kamu lebih kuat d...ari yang kamu pikirkan, hanya terkadang kamu tidak mempercayainya.. Jangan tangisi : orang yang telah mengkhianatimu. Bersyukurlah, krn Tuhan telah menunjukkan bahwa dia bukan orang yang tepat bagimu. Jangan buang energimu utk membalas, hukum alam lebih mengerikan. Jangan lari dari masalah, mereka akan selalu menghampirimu. Yang hrs kamu lakukan adalah: pelajari cara mengatasinya. Jangan remehkan dirimu sendiri. Kamu terlahir dengan banyak talenta, Manfaatkanlah. Mereka adalah jembatan menuju kebahagiaanmu. Sesuatu yang dimulai dgn kebaikan akan menghasilkan kebaikan. Namun jika hasilnya belum baik, maka itu bukanlah akhir. Rasa iri merugikanmu. Luangkan waktu untuk bersyukur atas segala hal yang kamu miliki. Kamu terbaik dgn caramu sendiri. Hidup selalu punya banyak hal untuk membuatmu jatuh. Namun, apa yg benar2 bisa membuatmu jatuh adalah sikapmu sendiri. Jangan pernah berpikir kamu bukan siapa2, krn kamu tak pernah tau bahwa "ada seseorang yg berpikir kamu adalah segala-nya" Jangan pikirkan mereka yang membencimu, krn mereka hanya iri atas pribadimu yg lebih baik. Abaikan mereka & teruslah melangkah. Saya tidak bangga karena kesalahan saya. Tapi saya bangga karena saya dpt belajar dari kesalahan saya. Semua orang punya kelebihan & kekurangan, tapi jika kitaa tidak bisa menerima kekurangan kitaa, berarti kitaa tidak menghargai diri sendiri..

Istri Harus Taat Suami atau Orang Tua?

REPUBLIKA.CO.ID, Suatu saat, dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik RA dikisahkan—sebagian ahli hadis menyebut sanadnya lemah—, tatkala sahabat bepergian untuk berjihad, ia meminta istrinya agar tidak keluar rumah sampai ia pulang dari misi suci itu. Di saat bersamaan, ayahanda istri sedang sakit. Lantaran telah berjanji taat kepada titah suami, istri ti...dak berani menjenguk ayahnya. Merasa memiliki beban moral kepada orang tua, ia pun mengutus seseorang untuk menanyakan hal itu kepada Rasulullah. Beliau menjawab, “Taatilah suami kamu!” Sampai sang ayah menemui ajalnya dan dimakamkan, ia juga belum berani berkunjung. Untuk kali kedua, ia menanyakan perihal kondisinya itu kepada Nabi SAW. Jawaban yang sama ia peroleh dari Rasulullah, “Taatilah suami kamu!” Selang berapa lama, Rasulullah mengutus utusan kepada sang istri tersebut agar memberitahukan Allah telah mengampuni dosa ayahnya berkat ketaatannya pada suami. Kisah yang dinukil oleh At-Thabrani dan divonis lemah itu, setidaknya menggambarkan tentang bagaimana seorang istri bersikap. Manakah hak yang lebih didahulukan antara hak orang tua dan hak suami, tatkala perempuan sudah menikah. Bagi pasangan suami istri, ‘dialektika’ kedua hak itu kerap memicu kebingungan dan dilema. Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam Al-Jami’ fi Fiqh An-Nisaa’ mengatakan seorang perempuan, sebagaimana laki-laki, mempunyai kewajiban sama berbakti terhadap orang tua. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA menguatkan hal itu. Penghormatan terhadap ibu dan ayah sangat ditekankan oleh Rasulullah. Mengomentari hadis itu, Imam Nawawi mengatakan hadis yang disepakati kesahihannya itu memerintahkan agar senantiasa berbuat baik kepada kaum kerabat. Dan yang paling berhak mendapatkannya adalah ibu, lalu bapak. Kemudian disusul kerabat lainnya. Namun, menurut Syekh Yusuf Al-Qardhawi dalam kumpulan fatwanya yang terangkum dalam Fatawa Mu’ashirah bahwa memang benar, taat kepada orang tua bagi seorang perempuan hukumnya wajib. Tetapi, kewajiban tersebut dibatasi selama yang bersangkutan belum menikah. Bila sudah berkeluarga, seorang istri diharuskan lebih mengutamakan taat kepada suami. Selama ketaatan itu masih berada di koridor syariat dan tak melanggar perintah agama. Oleh karena itu, lanjut Qardhawi, kedua orang tua tidak diperkenankan mengintervensi kehidupan rumah tangga putrinya. Termasuk memberikan perintah apa pun padanya. Bila hal itu terjadi, merupakan kesalahan besar. Pasca menikah, maka saat itu juga anaknya telah memasuki babak baru, bukan lagi di bawah tanggungan orang tua, melainkan menjadi tanggung jawab suami. Allah SWT berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita).” (QS. An-Nisaa’: 34). Meski demikian, kewajiban menaati suami bukan berarti harus memutus tali silaturahim kepada orang tua atau mendurhakai mereka. Seorang suami dituntut mampu menjaga hubungan baik antara istri dan keluarganya. Ikhtiar itu kini—dengan kemajuan teknologi—bisa diupayakan sangat mudah. Menyambung komunikasi dan hubungan istri dan keluarga bisa lewat telepon, misalnya. Al-Qardhawi menambahkan, di antara hikmah di balik kemandirian sebuah rumah tangga ialah meneruskan estafet garis keturunan. Artinya, keluarga dibentuk sebagai satu kesatuan yang utuh tanpa ada intervensi pihak luar. Bila selalu ada campur tangan, laju keluarga itu akan tersendat. Sekaligus menghubungkan dua keluarga besar dari ikatan pernikahan. Allah SWT berfirman, “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.” (QS. Al-Furqan: 54). Ia menyebutkan beberapa hadis lain yang menguatkan tentang pentingnya mendahulukan ketaatan istri kepada suami dibandingkan orang tua. Di antara hadis tersebut, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dan ditashih oleh Al-Bazzar. Konon, Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah, “Hak siapakah yang harus diutamakan oleh istri?” Rasulullah menjawab, “(hak) suaminya.” Lalu, Aisyah kembali bertanya, “Sedangkan bagi suami, hak siapakah yang lebih utama?” Beliau menjawab, “(hak) ibunya.” Bagikan tausiyah ini kepada teman-temanmu dengan meng-klik 'bagikan'/'share' dan undang temen2mu gabung dg klik ‘Invite Your Friends’